Ilmu falak dapat dikatakan sebagai ilmu yang sangat tua.
Berbasuskan hasil pengamatan atau penyelidikan terhadap benda-benda langit,
ilmu yang dulunya banyak dikenal dengan ilmu perbintangan ini lahir dan tumbuh
kembang berseiring dengan perkembangan aktivitas manusia terhadap benda langit.
Pada tahun 4221 sebelum masehi banngsa mesir telah membuat
kalender matahari, yakni kalender yang bersinambungan dengan siklus tropis
matahari. Kepentingan mereka dengan kalender matahari yakni kebutuhan
pengetahuan mengenai meluapnya sungai Nil, musim tanam dan panen, panjang
siklus itu (siklus tropic) 356 hari, kemudian disusun menjadi
12 bulan yang terdiri dari 30 hari.
Bangsa Babilonia yang berada di antara sungai Trigis dan Efrat
(selatan Irak) pada sekitar 3000 tahun sebelum masehi telah menemukan 12
gugusan zodiak bintang yang mereka bayangkan membentuk sebuah lingkaran. tiap
gugusan 30 hari, temuan ini akhirnya melahirkan ilmu geometri, ilmu ukur dan
ilmu hisab.
Dari Babilonia, pedagang-pedagang Funisia membawa ilmu
perbintangan itu ke yunani. sekitar abad ke 4 SM Yunani telah mencapai masa
keemasan, ilmu perbintangan memiliki kedudukan penting dan luas. Pada abad ke2
masehi di Iskandaria (mesir), Claudius Ptomaeus (90-168 M) ahli astronomi dan
geografi keturunan Yunani berhasil menghimpun pengetahuan mengenai perbintangan
dalam naskah Tabril Magesthi, kemudian tersebar kepenjuru
dunia sebagai pedoman dasar ilmu perbintangan. Sekitar tahun 325 M, naskah itu
diperluas oleh Theodeseus Keizer di Roma.
Abad ke-8 Masehi atau seabad sepeninggalan nabi Muhammad (632M),
Islam mengambil alih ilmu perbintangan tersebut dari Yunani saast pemerintahan
al-Mansyur (754-775 M), khalifah dari Abbasiyah. Al-Mansyur juga seorang ahli
astronomi. Selanjutnya dibawah pemerintahan penggantinya, Harun al-Rasyid dan
al-Ma’mun, kekayaan ilmu dari Yunani dikaji dan diterjemahkan ke Arab,serta
disajikan kembali dengan komentar (syarah)
yang penting. Diantara karya tersebut yang sangat mempengaruhi ilmu falak di
dunia islam adalah ; The Sphere in
Movement (al-Kurah al-Mutaharrikah) karya Antolycus, Ascentions of the signs (Matali’ al-Buruj)karya Aratus, Introduction to Astronomy (al-Madkhal ila
Ilmi al-Falak) karya Hipparchus, dan Tabril
magesthi (Ptolemy’s al-Magest) karya Claudius Ptolemaeus. Karya-karya ini
tak hanya diterjemahkan serta di syarahi, tetapi di imbangi dengan pengamatan
dan observasi.
Seorang ulama dan ahli falak Islam terkemuka Muhammad bin Musa
al-Khawarizmi (780-850M) dikenal sebagai pengumpul dan penyusun daftar
astronomi (zij) tertua dalam bentuk angka-angka (sistem angka arab diperoleh
dari india) kemudian dikenal sebagai algoritmus
(logaritma). Logaritma sangat menentukan perkiraan astronomis sehingga ia
dikembangkan dikalangan astronomi, mengalahkan teori-teori teori yang telah ada
saat itu.
Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai ulama yang mengembangkan Aljabar
dalam beberapa karya tulisnya. Al-Mukhtasar
fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah (ringkasan perhitungan integral dan
persamaan) merupakan karya terakhir yang menjadi karya emasnya. Gerard dari
Cremona Italia menterjemahkan karya tersebut ke bahasa latin serta
memperkenalkan aljabar ke barat, yang mereka sebut sebagai algebra dan pada 1831 M diterjemahkan ke bahasa inggris oleh
Frederic Rosen.
Banyak ulama muslim yang ikut andil dalam mengembangkan ilmu falak,
diantaranya Abu Ma’syar al-Falakiy (wafat 885 M) dengan karya Hay’ah al-falak, Abu Raihan al-Biruniy (973-1048 M) dengan karya al-Qanun al-Mas’udiy, Ali bin Ahmad al-Nawawiy
(980-1040 M) dengan karya al-muqni fi
Hisab al-Hindi, Nasirudinal-Tusiy (1201-1274 M) dengan karya al-Tadhkirah fi ‘Ilmi al-Hay,ah,
Muhammad Tughay Ulughbeck (1394-1449 M) dengan karya Zij Sultaniy.
Ilmu falak kemudian menyebar dibawa oleh bangsa Eropa menurut ilmu
pengetahuan Spanyol seperti Sevila, Granada, Cordoba. Kemudian munculah Nicolas
Copernicus (1473-1543 M), ahli falak dari Polandia yang mencetuskan tepri Heliosentris
(Matahari pusat alam) yang terus digunakan hingga kini. Dengan ditemukannya
teleskop oleh Galileo Galilei (1564-1642) yang menguatkan teori Copernicus.
Ilmu falak berkembang di Indonesia dalam ensiklopedi islam
Indonesia ulama yang dikenal sebagai bapak ilmu falak di Indonesia adalah Syekh
Taher Jalaluddin al-Azhari, juga tokoh0tokoh ilmu falak slain seperti Syekh
Akhmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ahmad Rifa’i dan K.H
Soleh darat.
Perkembangan ilmu falak di Indonesia juga dipelopori oleh K.H
Ahmad Dahlan dan Jamil Djambek. Diteruskan oleh putra mereka Siraj Dahlan dan
Saadoe,ddin Djambek (1330-1398M). Kemudian lahir seorang ahli falak
Muhammadiyah yang sangat disegani, H. Abdur Rachim salah satu murid Saadoe’ddin.
Dengan ilmu falak maka telah memungkinkan dalam menentukan waktu shalat, sudut
arah kiblat, awal bulan Hijiriyah, dan gerhana bulan matahari.
Sumber
A. Hafizh Dasuki,
Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Pt
Ichtiar baru van hoeve, 1993) vol. 1
Abd. Salam, Falak Praktis waktu shalat, arah kiblat, dan
kelender hijiriyah, (Surabaya : UIN sunan ampel press, 2014)
Shofiyulloh, Mengenal kalender Yahudi, (Malang : pondok
pesantren Miftahul Huda Kepanjen, 2006)
Comments
Post a Comment